SPOILER ALERT!


SPOILER ALERT!
Bila Anda serius ingin membaca buku-buku yang saya bahas di bawah ini dan tak ingin ceritanya Anda ketahui sebelum membaca bukunya, sebaiknya Anda meninggalkan website ini dan mengunjunginya kembali setelah selesai membaca. Terima kasih.

Minggu, 29 Agustus 2010

Things Fall Apart - Chinua Achebe

Saya tak ingat kapan terakhir kali saya membaca novel semenarik ini. Novel ini saya temukan di toko buku dengan harga yang sangat murah. Begitu hebatnya novel ini sampai saya bersedia membayar tiga kali lipat seandainya pihak toko buku mengetuk pintu rumah saya.


Tak diragukan lagi, buku ini pantas dipilih majalah TIME sebagai salah satu dari 100 novel terbaik. Saya sendiri belum pernah menemukan buku yang seperti ini. Benar-benar tidak ada bandingannya. Menurut saya, pandangan Anda tentang sastra akan berubah setelah Anda membaca buku ini.


Pertama-tama, temanya belum pernah saya temui. Buku ini ditulis pertama kali tahun 1958 oleh Chinua Achebe, berlatar belakang kehidupan suku Ibo, di Nigeria, sebelum masa penjajahan oleh sang kulit putih. Kedua, plotnya pun sangat hebat, semacam tragedi Shakespearian.


Chinua Achebe menulis novel debutan ini bak seorang master. Chinua adalah pendongeng sejati. Kata-kata meluncur deras dan tak satupun yang tak bermakna. Gaya penulisannya sangat intens dan penuh suspens. Bahkan Anda akan dibuat terpaku sampai halaman terakhir. 


Buku ini menceritakan tentang Okonkwo, seorang pahlawan dari sukunya yang tinggal di desa Umuofia, di pedalaman Nigeria. Ayahnya adalah seorang pemalas, lembek, gemar berhutang, dan cinta damai yang tidak memperoleh gelar apa-apa dalam sukunya. Untuk itu ayahnya memiliki status sosial yang rendah di suku tersebut. Okonkwo membenci ayahnya karenanya, dan bertekad menjadi orang paling dihormati di sukunya. Dia berjuang dengan keras untuk memperoleh status sosial dalam klannya, dengan pergi berperang dengan gagah berani dan menjadi pegulat paling tangguh. Karena sifat kerasnya, dia berhasil menjadi orang yang dihormati, memiliki tiga istri, dan membangun pertaniannya sendiri yang maju.


Okonkwo tidak tanggung-tanggung mendidik anak dan istrinya. Dia selalu menekankan bahwa laki-laki di keluarganya dilahirkan sebagai pahlawan, bukan pemalas. Dia harus dihormati istri-istrinya. Setiap perilaku anak dan istrinya yang tidak berkenan, mendapat ganjaran dengan hajaran dan pukulan.


Suatu saat terjadi pembunuhan wanita dari klan tersebut yang dilakukan oleh klan lain di desa yang lain. Okonkwo dipilih sebagai utusan untuk menghukum desa lain tersebut. Okonkwo sangat ditakuti oleh desa-desa dan klan yang lain. Klan tersebut meminta maaf, dan memberi ganti rugi seorang anak perempuan dan laki-laki untuk perjanjian damai dan menghindari perang. Menurut penerawangan pendeta, anak laki-laki tersebut harus dipelihara oleh Okonkwo di rumahnya sampai ada keputusan akan diapakan anak laki-laki itu.


Anak laki-laki itu bernama Ikemefuna, segera menjadi kesayangan Okonkwo, karena perilakunya yang baik. Dia bahkan menjadi contoh anak teladan bagi anak kandung sulungnya, Nyowe. Ikemefuna tinggal selama tiga tahun di desa tersebut, dan malah telah memanggil Okonkwo "ayah". Dia sudah lupa akan keluarga aslinya di desa asalnya.


Sampai saatnya tiba buat pendeta untuk menyampaikan perintahnya. Dia menyatakan bahwa dewa-dewa ingin agar Ikemefuna dibunuh. Okonkwo meskipun sangat terpukul oleh keputusan itu, tidak bertindak apa-apa untuk menentangnya. Orang tertua di suku itu mengingatkan agar Okonkwo tidak ikut campur dalam eksekusi anak itu. Tapi karena tidak mau dianggap lemah, Okonkwo justru bergabung dengan tim eksekusi Ikemenfuna, anak angkatnya sendiri, untuk pergi ke hutan.Di hutan, yang mengeksekusi anak itu sampai mati justru Okonkwo sendiri.


Sejak saat itu, tragedi muncul dalam kehidupan Okonkwo. Dalam sebuah pemakaman tetua di desa, Okonkwo secara tak sengaja membunuh seorang anak karena senapannya meletus tiba-tiba. Untuk itu Okonkwo dan keluarganya dihukum dengan diasingkan selama 7 tahun. Hampir pupus harapan untuk mendapatkan gelar ketiga, gelar tertinggi dalam klan itu.


Akhirnya Okonkwo dan keluarganya mengungsi selama 7 tahun di desa asal ibunya, dimana dia diterima dengan baik, tapi dia tidak pernah merasa di rumah. Selama di pengasingan, Okonkwo berniat sekuat tenaga ketika kembali nanti untuk memperoleh kedudukan paling tinggi di klannya. Dalam pengasingan, dia mendengar cerita bahwa orang-orang kulit putih telah datang ke daerah tersebut. Di sebuah klan lain, seorang kulit putih yang membawa kendaraan bermotor dibunuh karena dianggap siluman. Alhasil, klan tersebut menerima pembalasan dari orang-orang kulit putih lainnya dan dibantai habis. Okonkwo sangat marah geram mendengar kabar itu.


Lalu saatnya tiba bagi orang kulit putih untuk datang ke kampung ibu Okonkwo. Mereka mendirikan gereja di hutan kematian, tanah orang buangan, dan mulai menyebarkan agama Kristen. Okonkwo sekali lagi geram karena masyarakat klan ibunya mengijinkan orang kulit putih itu membangun gereja dan menyebarkan agama selain yang mereka anut. Ternyata diam-diam, anak kandungnya, Nyowe, tertarik dengan ajaran orang kulit putih itu dan minggat dari rumah. Okonkwo sangat marah akan kelakuan anaknya. Dia dalam hati menyalahkan klan ibunya karena tidak mengusir orang-orang kulit putih itu. Dia berharap jika kembali ke sukunya yang pemberani, Umuofia, orang-orang kulit putih itu pasti tidak berani masuk kesana.


Saatnya tiba bagi Okonkwo untuk kembali ke Umuofia, 7 tahun telah berlalu. Okonkwo kembali membangun pertaniannya di desa asalnya. Akan tetapi ternyata keadaan lebih parah di Umuofia. Disana telah berdiri sebuah gereja dan gedung pemerintahan orang kulit putih. Orang kulit putih mengambil alih hukum adat dan memenjarakan siapa saja yang menghina mereka. Okonkwo juga semakin berduka melihat semakin banyaknya penganut agama baru itu.


Salah satu penganut agama baru tersebut adalah Enoch, anak pendeta ular. Dia menjadi penganut Kristen yang sangat taat dan menjadi pembuat onar. Dia membunuh dan memakan ular piton suci yang disembah klan itu. Enoch juga yang mengganggu upacara pemanggilan arwah di desa, dengan membuka topeng orang yang kerasukan arwah (Egwugwu), sesuatu yang sangat membangkitkan amarah para arwah-arwah leluhur.


Akhirnya Okonkwo beserta pemuka desa lain kehilangan kesabaran. Mereka menyerbu gereja dan membungihanguskannya. Setelah gereja dihancurkan, Okonkwo dan beberapa pemuka klan lainnya dipanggil untuk berunding dengan komisaris wilayah, wakil pemerintahan ratu Inggris di daerah tersebut. Mereka diundang baik-baik, dan mereka gembira karena bisa membeberkan keluhannya terhadap agama kulit putih tersebut. Ternyata sesampainya di gedung pemerintahan Komisaris. Mereka ditangkap dan dipenjara. Mereka dihukum siksa sehari-hari sampai akhirnya penduduk desa membayarkan denda kepada komisaris untuk membebaskan Okonkwo dan teman-temannya.


Setelah dilepas, Okonkwo dipenuhi rasa dendam terhadap orang kulit putih. Dia datang dalam sebuah pertemuan dan berusaha membangkitkan semangat perang Umuofia, sesuatu yang pernah dihargai dan ditakuti dari desa tersebut. Dia meyakinkan penduduk desa untuk melancarkan perang terhadap orang kulit putih yang telah menghina mereka dan hukum adat mereka.


Ketika pertemuan desa sedang berlangsung, beberapa utusan Komisaris datang untuk membubarkan pertemuan tersebut. Okonkwo yang marah segera membunuh salah seorang sampai seketika tewas. Namun utusan-utusan lain berhasil melarikan diri dan tak ada penduduk desa lain yang berusaha menangkapnya. Sejak saat itu Okonkwo menyadari bahwa dirinya sendirian. Bahwa klannya telah berubah, bukan klan pemberani yang diharapkannya. Akhirnya dengan rasa frustrasi, Okonkwo melarikan diri dan menggantung diri. Dalam agama orang Ibo, membunuh diri adalah tindakan yang paling tercela, dan tidak ada orang Ibo lain yang boleh menguburkan atau menyentuh mayatnya.


Novel yang sangat lengkap ini menggambarkan kehidupan suku Ibo di Afrika pra imperialisme dan masa-masa-masa awal kedatangan orang kulit putih di Afrika. Suku Ibo, diwakili dengan klan Umuofia adalah masyarakat yang walaupun tradisional akan tetapi sangat teratur dan demokratis. Mereka memiliki hukum sendiri. Segala pengambilan keputusan dilakukan dengan kolektif dalam masyarakat. Mereka menghargai aturan main yang ditetapkan oleh para tetua dan pendeta.


Ternyata setelah orang Eropa datang membawa apa yang disebut dengan "kemajuan", kehidupan semakin buruk bagi orang Nigeria, bahkan sampai sekarang. Orang Eropa datang dengan membawa semangat kemajuan peradaban dan satu agama untuk seluruh dunia. Mereka menasbihkan diri mereka sebagai ras yang paling unggul, sebagai pendidik ras lainnya. Sungguh ironis, suku Ibo yang demokratis justru dijajah oleh bangsa Inggris yang Monarkis.


Penjajahan itu awalnya adalah ide penyebaran agama. Ide tentang semua orang di dunia ini menganut agama dan keyakinan yang sama adalah ide yang absurd. Ini disebutkan sebagai argumen dalam novel ini. Ide ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam sebuah budaya.


Segala tentang penyebaran kemajuan ini, akhirnya berakhir pada konflik yang tidak toleran. Hasil dari pendudukan kulit putih tersebut adalah perbudakan, perang sipil, rasisme, konflik antar agama, gegar budaya, dan lain-lain, alih-alih emansipasi dan dialog antar peradaban.


Salah satu hal yang menarik yang bisa digarisbawahi dalam buku ini adalah bagaimana timbulnya radikalisme agama itu sendiri. Kadang-kadang radikalisme agama bukan timbul dari penyebaran agama tersebut, melainkan timbul karena interpretasi silang. Dalam hal ini, Enoch, seorang putra pendeta ular, bisa menjadi seorang kristen radikal, melebihi pendeta Brown sendiri, yang mengenalkannya terhadap Kristen. Itu kenapa radikalisme agama sering muncul di negara-negara yang notabene bukan asal tradisional dari agama tersebut. Sebagai contoh, radikalisme Islam di Indonesia dan Afghanistan, atau radikalisme Kristen di Ambon dan Amerika, misalkan.


Untuk itu saya sebut ini sebuah novel yang sangat lengkap. Kita bisa belajar banyak dari membaca satu buku ini. Novel ini seperti kue lapis, dengan berlapis-lapis dimensi yang kaya. Eksotisme, humanisme, tragedi, suspens, aksi laga, Anda sebutkan sendiri. Bisa dibilang, Anda belum membaca novel, sebelum membaca novel ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar