SPOILER ALERT!


SPOILER ALERT!
Bila Anda serius ingin membaca buku-buku yang saya bahas di bawah ini dan tak ingin ceritanya Anda ketahui sebelum membaca bukunya, sebaiknya Anda meninggalkan website ini dan mengunjunginya kembali setelah selesai membaca. Terima kasih.

Sabtu, 13 November 2010

The Outsider - Albert Camus

Buku ini begitu tipis dan simpel. Plotnya, meskipun kadang aneh, sangat lugas. Anda tak akan berharap emosi Anda diaduk-aduk ketika membaca buku ini.

Tapi itu hanya di permukaan. Novel ini sesungguhnya sangat dalam dan penuh makna. Novel ini membiarkan emosi Anda menunggu di luar, dan mengundang perdebatan sengit dalam pikiran Anda. Ini adalah sebuah novel filsafat sejati. Seperti sungai yang tenang di permukaan, tapi deras gelombang di kedalaman. Seperti menonton sebuah film pendek hitam putih berdurasi 15 menit dengan dialog minimal, tapi setelah itu membuat Anda tidak bisa tidur semalaman memikirkannya. Ini adalah sebuah novel filsafat sejati.

Novel ini aslinya berbahasa Perancis, berjudul asli L’Étranger, berarti 'orang asing' atau 'orang luar'. Albert Camus menulis buku tipis ini dan menerbitkannya pertama kali tahun 1942. Buku ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi The Stranger, atau dalam terbitan lain The Outsider. Buku versi bahasa Indonesia ini mungkin terjemahan dari The Outsider, tapi judul 'Sang Pemberontak' yang diberikan oleh penerjemah sama sekali tidak tepat. Judul 'Sang Pemberontak' merancukan dengan buku tulisan Albert Camus lain yang terbit tahun 1951, yaitu L'Homme révolté, atau dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai 'The Rebel'. Ini catatan penting yang perlu diperhatikan oleh penerbit-penerbit pemula yang menjamur sekarang ini agar lebih hati-hati. Kerancuan ini, entah disengaja ataupun tidak, sebenarnya tak perlu terjadi.

Camus adalah seorang filsuf penting abad 20. Dia keturunan Perancis yang lahir di Aljazair, yang membuatnya tercatat sebagai peraih Nobel di bidang sastra pertama yang lahir di benua Afrika. Pemikiran yang penting yang dipopulerkan oleh Albert Camus adalah filsafat Absurdisme.

Cerita dalam buku ini mengekplorasi tema absurdisme dan eksistensialisme. Tokoh dalam novel ini bernama Meursault, seorang Perancis, yang seperti Camus sendiri, hidup di Alajazair. Meursault adalah gambaran dari seseorang yang abai akan nilai-nilai sosial, pasif, dan mengesampingkan emosinya dalam setiap tindakan. Meursault adalah orang yang masa bodoh dan dingin,namun teguh pendirian dan menerima konsekuensi setiap pilihannya. Mersault baru mendengar bahwa ibunya yang tinggal di sebuah panti wreda di kota lain meninggal. Meursault datang ke pemakaman ibunya, tapi tidak menunjukkan emosi kedukaan atau emosi apapun dalam pemakaman itu. Dia tidak menangis, tidak bersedih, dan kelihatan tidak tahu apa yang harus dilakukan di pemakaman ibunya sendiri.

Pulang dari melayat, dia kembali ke kotanya dan bertemu Marie, mantan pekerja dari kantornya. Mereka langsung menjadi dekat, berpacaran, dan melakukan hubungan seks, meskipun ibunya baru saja meninggal. Dia juga bertemu dengan tetangganya, seorang pembual yang kasar bernama Raymond. Mereka mengobrol, dan Raymond menceritakan bahwa dia mempunyai seorang pacar wanita Arab. Wanita Arab itu menurut Raymond sering berbohong, dan Raymond menghajar wanita itu. Namun Raymond ingin bertemu lagi dengannya, untuk tidur dengannya terakhir kali, setelah itu menghajar dan meludahinya untuk terakhir kali juga. Raymond meminta tolong Mersault untuk menuliskan surat atas namanya untuk wanita Arab itu agar dia mau datang. Mersault setuju untuk menuliskan surat itu.

Setelah membaca surat itu, beberapa hari kemudian wanita Arab itu datang ke apartemen Raymond. Raymond memakinya dan menghajarnya lagi. Pada saat itu datanglah polisi dan wanita Arab itu melaporkan tindakan Raymond. Raymond ditangkap polisi. Raymond minta Meursault bersaksi untuk meringankannya di pengadilan. Meursault setuju untuk membantunya kembali, dan Raymond bebas dari tahanan.

Sebebasnya dari tahanan, Raymond mengajak Meursault dan Marie berlibur ke rumah pantai milik teman Raymond. Ternyata mereka mendapati diri mereka dibuntuti olah saudara laki-laki si wanita Arab dengan beberapa orang lainnya. Mereka mungkin memiliki tujuan untuk membalaskan dendam si wanita Arab pacar Raymond. Pada suatu kesempatan, orang-orang Arab itu melukai Raymond dengan pisau. Raymond lari kembali ke rumah pantai, bersumpah untuk menuntut balas dengan mengambil sebuah pistol. Merasa khawatir bahwa Raymond akan melakukan hal-hal yang berbahaya, Meursault menyita pistolnya.

Ketika sedang sendiri dalam perjalanan dari pantai, Meursault bertemu salah satu dari seorang Arab tersebut. Meursault terkena disorientasi akibat serangan panas dan silaunya matahari saat itu yang mengganggunya. Dalam kondisi disorientasi tersebut, Meursault merasa melihat orang Arab tersebut mencabut pisaunya. Meursault menembak orang Arab tersebut dengan pistol yang disitanya dari Raymond. Meskipun orang Arab itu telah mati, Meursault menambahkan beberapa tembakan lebih ke tubuhnya.

Meursault akhirnya disidangkan atas tuduhan pembunuhan. Dia sangat pendiam dan pasif dalam pengadilan. Hal ini dimanfaatkan oleh penuntut umum untuk menggambarkan sisi buruk dari Meursault yang tidak berperasaan dan berdarah dingin. Penuntut menambahkan argumen mengenai insiden pemakaman ibu Meursault, dimana dia tidak menunjukkan emosi berduka sedikitpun. Meursault juga tak menyatakan penyesalannya sedikitpun, dan dia berkeras bahwa dia membunuh orang Arab itu karena "panas matahari". Hakim akhirnya memvonis Meursault bersalah dan memberikan dia hukuman pancung di depan umum. Meursault disarankan untuk memohon pengampunan Tuhan atas kesalahannya, seperti yang biasa dilakukan penjahat lain. Dia menolak saran itu, karena merasa tidak ada hubungan apa-apa dengan Tuhan.

Gaya penulisan ini adalah dari sudut pandang orang pertama, yaitu Meursault. Kita menelusuri cerita ini meminjam kacamata orang pertama dalam menggambarkan lingkungannya dan alasannya dalam melakukan setiap tingkah laku. Terlepas dari dia menceritakan segala sesuatu yang terjadi secara detail, Meursault sebenarnya tidak memberi penjelasan banyak mengenai logika berpikirnya. Dia tidak menjelaskan banyak mengapa dia tidak bersedih saat ibunya dimakamkan. Kita tak mengerti logika dia berteman dengan seorang kasar seperti Raymond dan membantunya dalam kejahatan. Dia juga tidak menjelaskan banyak mengenai alasan dia membunuh orang Arab itu selain "panasnya matahari yang menyilaukan". Sebuah alasan yang enigmatis. Gaya penulisan ini memberikan kita ruang yang banyak untuk menafsirkan dan memaknai.

Filsafat absurdisme menyatakan bahwa hidup ini tidaklah berarti. Manusialah yang memberi arti pada hidupnya sendiri. Mengapa absurd? Dalam filsafat, manusia memiliki kecenderungan untuk mencari arti hidupnya. Meskipun begitu, manusia memiliki keterbatasan untuk menemukan arti besar dari hidup ini. Manusia mencari arti arti hidupnya dan gagal menemukannya (maka dari itu ini adalah sebuah proses yang absurd). Meursault membunuh seorang Arab, tapi dia terbebas dari absurditas itu sendiri. Pembunuhan orang Arab yang dilakukannya tidak mempunyai arti apa-apa dalam hidupnya. Hanya sebuah kebetulan. Orang Arab yang tewas itu sendiri tidak mempunyai arti apa-apa bagi Meursault. Absurditas tergambarkan ketika hukum mendakwa Meursault akan kekejaman karena dia menembakkan beberapa tembakan. Tembakan pertama sudah membunuh orang Arab itu, tembakan kedua dan ketiga tentunya tidak akan membuat orang Arab itu "lebih mati" atau "mati dua kali".

Mersault adalah seorang tokoh anti-hero. Meursault bukan orang yang tanpa dosa. Dia mengakui bahwa dia bersalah. Tapi dia tidak menemukan alasan bagi dirinya untuk meminta pengampunan dan menyesal. Dia memilih untuk mati, mungkin karena ketiadaan alasan untuk terus hidup. Dia menggambarkan sendiri garis eksistensialisme baru. Itu yang membuat novel ini menjadi ajang perdebatan filosofis yang tajam, kaya, dan berlapis-lapis. Meursault adalah orang asing itu. Dialah the outsider. Orang asing yang tinggal di benua yang bukan miliknya. Dia juga mengasingkan diri dari peradaban manusia. Pada akhirnya, menjalani hukuman mati adalah pilihan dia yang harapkan. Dia melepaskan diri dari absurditas. Melepaskan diri dari hubungan nilai-nilai kemanusiaan yang irasional. Tapi, apakah sebenarnya yang rasional?