SPOILER ALERT!


SPOILER ALERT!
Bila Anda serius ingin membaca buku-buku yang saya bahas di bawah ini dan tak ingin ceritanya Anda ketahui sebelum membaca bukunya, sebaiknya Anda meninggalkan website ini dan mengunjunginya kembali setelah selesai membaca. Terima kasih.

Minggu, 08 Agustus 2010

A Thousand Splendid Suns - Khaled Hosseini

Ketika menemukan buku kedua dari Khaled Hosseini, harapan saya melambung. Tentunya saya akan menemukan buku yang lebih baik atau kurang lebih sama dari The Kite Runner yang fenomenal itu. Ternyata harapan saya tidak dipuaskan.


Saya membaca A Thousand Splendid Suns, buku kedua dari Khaled Hosseini. Ini termasuk buku yang perlu waktu yang lama bagi saya untuk menyelesaikan membacanya. Sama dengan The Kite Runner, A Thousand Splendid Suns berlatar belakang carut marut negara yang dilanda perang sipil tak berkesudahan, Afghanistan. Afghanistan negara yang sangat kompleks, secara sejarah tercatat sebagai tempat berkembangnya agama Budha. Negara ini terdiri dari puluhan etnis yang selalu saling curiga, dipengaruhi oleh budaya China, Arab, Persia, India, dan Rusia. Mereka menjadi pemeluk Islam yang kuat. Pengaruh Arab mendominasi negara itu, terutama dengan berkuasanya aliran wahabi garis keras yang bernama Taliban.


Novel ini menceritakan tragedi miris yang dialami perempuan yang disebabkan 2 hal: tradisionalisme dan fundamentalisme agama (Islam garis keras). Perempuan seakan menjadi obyek penindasan dan tak memiliki tempat dalam dunia tersebut.


Khaled Hosseini bercerita tentang 2 orang perempuan asli Afghanistan yang berbeda yang kemudian terjalin cerita satu sama lain. Perempuan pertama bernama Mariyam, seorang anak haram (dalam novel ini disebut Harami) dari seseorang kaya di Herat yang sudah memiliki terlalu banyak istri dan anak yang sah. Ketka ibunya bunuh diri, Mariyam menjadi beban ayah dan istri-istri yang lain. Akhirnya Mariyam yang baru berumur 15 tahun 'dibuang' dengan cara dinikahkan dengan dengan Rasheed, seorang duda tukang sepatu yang berumur 40 tahun. Mariyam mengutuk ayah yang sangat dicintainya yang telah tega membuangnya.


Mariyam dibawa oleh Rasheed ke Kabul. Disana awalnya Mariyam dimanjakan. Apalagi begitu tahu bahwa Mariyam hamil. Setelah Mariyam keguguran, Rasheed mulai berubah. Awalnya Mariyam menerima cercaan dan makian. Lama kelamaan dia dipukul, ditendang, dan disiksa secara fisik oleh Rasheed.


Perempuan kedua adalah seorang remaja bernama Laila. Dia memiliki sahabat, yang belakangan ternyata menjadi cinta sejatinya, bernama Tariq. Ayah Laila adalah mantan guru yang selalu mengingatkannya bahwa perempuan memiliki hak yang sama untuk menuntut ilmu dan bekerja. Laila dididik di sekolah yang dikuasai rezim revolusioner Uni Sovyet. Kedua kakaknya pergi bergabung dengan Mujahidin, untuk berperang mengusir Uni Sovyet dari Afghanistan. Ibunya depresi ketika kedua anak laki-lakinya itu tewas dalam perang.


Tahun 1992, saat Laila umur 16 tahun, Uni Sovyet kalah dan melarikan diri dari Kabul. Mujahidin menguasai kota dan tiap faksi saling berebut kekuasaan. Terjadilah perang saudara. Sesama mujahidin beda faksi saling menembakkan roket ke satu sama lain. Perang sipil ini menimbulkan luka yang mendalam, ketakutan, dan pengungsian. Tariq bersama keluarganya mengungsi Pakistan, meninggalkan Laila. Sebelum pergi, mereka mengadakan perpisahan berdua yang membuat Laila hamil.


Tak lama setelah Tariq pergi, rumah Laila terkena roket dari salah satu pihak yang bertikai. Ayah dan Ibunya tewas seketika. Laila sebatang kara. Dia ditolong oleh pasangan suami istri Rasheed dan Mariyam yang tidak bahagia. Mariyam merasa cemburu atas kehadiran Laila di rumah itu.


Ternyata Rasheed mengharapkan sesuatu. Dia ingin menikahi Laila supaya mendapat keturunan, dengan dalih Laila berhutang budi kepadanya. Laila bersedia menikah karena tahu dia hamil muda tanpa seorang ayah untuk bayinya. Apalagi setelah dia diberi kabar bahwa Tariq telah tewas di Pakistan. Rasheed sangat memanjakan Laila, tapi segera kecewa begitu tahu anaknya adalah perempuan. Akhirnya Laila juga menjadi obyek penyiksaan fisik Rasheed, membuat Mariam dan Laila senasib.


Mereka dipukul dan ditendang dan disiksa, tapi mereka tak kuasa untuk melawan. Pernah mereka coba untuk melarikan diri, tetapi pada masa Taliban, mereka ditangkap karena wanita tidak boleh berkeliaran di jalan tanpa muhrimnya.


Pada waktu berikutnya, Laila kembali hamil, kali ini benar-benar anak Rasheed. Aziza, anak pertama Laila, dibuang di panti asuhan. Anak keduanya seorang laki-laki bernama Zalmai. Sampai suatu saat Tariq yang ternyata masih hidup muncul kembali. Rasheed menghajar habis-habisan Laila dan Mariyam setelah mengetahui bahwa Laila secara diam-diam ketemu Tariq dibantu oleh Mariyam.


Tidak tahan lagi, akhirnya Mariyam membunuh Rasheed. Dia menyuruh Laila dan Tariq membawa anak-anaknya melarikan diri ke Pakistan. Mariyam ditangkap oleh Taliban, dan dihukum gantung.


Sepanjang buku, kita disuguhi penderitaan perempuan. Penyiksaan fisik yang tak kunjung reda. Penghinaan dan cacian. Ketidakadilan terhadap perempuan. Semuanya adalah tema penting yang diusung buku ini.


Akan tetapi berbeda dengan The Kite Runner, A Thousand Splendid Suns bukan novel yang lugas dan efektif. Kita melihat penyiksaan dan penyiksaan sampai pada akhirnya kita harus bilang pada sang penulis, "Oke Khaled, kami dapat poinnya."


Meskipun begitu, buku ini cukup menggugah. Tradisionalisme dan fundamentalisme agama selalu menjadi musuh perempuan. Dalil-dalil agama seringkali dibuat dasar untuk merendahkan perempuan. Tak perlu di Afghanistan, di Indonesia sini pun masih banyak kita lihat. 

2 komentar:

  1. Salam kenal. Rupanya kita berbeda pendapat, Saya menyukai buku ini. Barangkali karena saya jarang baca buku sehingga buku yang dibaca langsung disukai. Atau bisa jadi karena saya sangat merindukan ibu saya ketika membaca buku ini. Terima kasih ulasannya :).

    BalasHapus
  2. terima kasih mas panji, tidak apa-apa kalau kita berbeda pendapat, justru memperkaya wacana.
    memang buku ini memiliki semangat pemberdayaan perempuan, wajar kalau kita rindu ibu kita masing-masing.
    salam kenal juga.

    BalasHapus